Siapa yang tidak tahu dengan destinasi wisata dunia yakni Toraja? Tentunya satu tempat ini akan menjadi dream tour ya… Tapi balik lagi ke satu kata, orang-orang hanya akan notice kalo ada Toraja. Mungkin juga akan familiar dengan istilah Tana Toraja. Namun, apakah kalian familiar dengan istilah Toraja Utara?
Apakah sebelum membaca artikel ini, teman-teman sudah tahu tentang 2 kabupaten berbeda di Sulawesi Selatan ini? Orang Toraja akan tersinggung apabila kamu mengatakan sedang di Tana Toraja padahal ada di Toraja Utara. Begitu pun sebaliknya, orang Tana Toraja akan tersinggung apabila mendapati wisatawan menyebut dirinya berada di Toraja Utara, padahal aslinya ada di Tana Toraja.
Lantas bagaimana untuk tahu lebih lanjut bagaimana ini dapat berbeda, padahal dulunya satu? Mari kita cek penjelasan penulis selanjutnya. Terjadi pemekaran loh di Toraja, sehingga menghasilkan 2 tempat atau kabupaten berbeda ini.
Sejarah Tana Toraja dan Toraja Utara
A. Sejarah Tana Toraja
Ada proses panjang yang dilalui hingga terbentuknya Kabupaten Toraja. Sebelum menjadi Kabupaten Tana Toraja, ternyata daerah itu dikenal dengan sebutan “Tondok Lepongan Bulan, Tana Matarik Allo”. Secara harfiah dimaknai sebagai sebuah negeri yang mirip matahari dan bulan, disebabkan oleh bentuknya yang bulat. Bulat di sini dicirikan dari bentuk pemerintahan dan masyarakatnya yang utuh dalam satu kesatuan, dan tidak dapat dipisahkan.
Dilansir dari sulses.suara.com bahwa pada zaman penjajahan Belanda pada tahun 1926, ana Toraja dijadikan sebagai Onder Afdeeling antara Makale-Rantepao. Tana Toraja juga dibawahi secara langsung oleh Selfbestuur atau pemerintahan kerajaan Luwu yang terdiri dari 32 landschap dan 410 kampung.
Pada akhirnya, Onder Afdeeling Makale – Rantepao dipisahkan dari daerah Swapraja Luwu yang membuat Toraja terpisah dari Luwu. Hal ini berdasarkan pada Besluit Lanschap Nomor 105 tanggal 8 Oktober 1946.
Setelah peristiwa tersebut, pemerintahan di Toraja segera berganti dengan langsung dipemerintahi sendiri oleh pemerintahan Tongkonan Ada’. Tongkonan adalah rumah adat yang dijadikan sistem pemerintahan. Tidak hanya itu, Tongkonan juga berfungsi sebagai tempat kumpul keluarga, acara keluarga, hingga upacara adat.
Kemudian pada tanggal 31 Agustus tahun 1957, berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 3 tahun 1957, status Swapraja Tana Toraja berubah menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja dengan Bupati Kepala Daerah pertama bernama Lakitta. Dan sejak saat itu Makale menjadi ibu kota Kabupaten Tana Toraja hingga saat ini.
B. Sejarah Toraja Utara
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pertama kali mewacanakan akan keinginan adanya pembentukan Kabupaten Toraja Utara. Dan pertemuan pertama berlangsung pada 4 April 2001 di Gedung Pemuda Rantepao dengan dipimpin langsung oleh pengurus KNPI. Aspirasi pembentukan Kabupaten Toraja Utara ini akhirnya mendapati 556 tanda tangan.
Jumlah yang tidak sedikit, sebagai negara demokrasi begitu pula yang diamalkan oleh Kabupaten Tana Toraja dengan menyikapi secara positif dan menerima aspirasi tersebut. DPRD Kabupaten Tana Toraja segera menindak lanjuti dengan adanya agenda sidang paripurna DPRD guna membahas aspirasi tersebut.
Kemudian, tepat pada 12 September 2002 DPRD melalui Sidang Pleno menyatakan Pemekaran Kabupaten Tana Toraja melalui Surat Keputusan DPRD Nomor:11/KEP/DPRD/IX/2002. Kabupaten DPRD tersebut.
Perkembangan Tana Toraja dan Toraja Utara
A. Perkembangan Tana Toraja
Pada tahun 1961 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 2067A, administrasi pemerintahan berubah dengan penghapusan sistim distrik dan diganti dengan pembentukan pemerintahan kecamatan, sehingga Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja menjadi 9 Kecamatan dan 135 Kampung dengan luas wilayah 3.205,77 kilo meter persegi.
Setelah diberlakukannya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja berubah menjadi Kabupaten Tana Toraja, yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 238 Desa.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan pembangunan serta pendekatan pelayanan kepada masyarakat, maka berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tana Toraja 6 Tahun 2005, terjadi pemekaran Kecamatan dan Kelurahan/Desa menjadi 40 Kecamatan, 87 Kelurahan dan 223 Lembang.
Dilansir dari sulselprov.go.id, suku Toraja tinggal di desa otonom sebelum abad ke-20. Pada 1900-an, agama Kristen sangat massif di Toraja akibat misionari Belanda yang menyebarkannya.
Tahun 1970-an, Tana Toraja menjadi lambing pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.
B. Perkembangan Toraja Utara
Pada 21 Juli 2008 melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 telah terbentuklah Kabupaten Toraja Utara. Dengan luas wilayah 2.054,30 kilometer persegi dari 19 kecamatan, 47 kelurahan, dan 112 lembang. Ibu kota dari Toraja Utara ini adalah Rantepao.
Kota Rantepao dialiri oleh sungai Sa’dan yang menjadi sumber air pertanian dan pete penduduk daerah tersebut. Pada 2010 dilakukan sensus penduduk dan Toraja Utara terdiri atas 216.762 jiwa yang tersebar di 21 Kecamatan Rantepao. Kemudian, terjadi sensus lagi pada 2017 dan penduduknya berjumlah 225.516, dalam artian terjadi peningkatan yang signifikan.
Sebagai daerah otonom tingkat II, Kabupaten Toraja Utara dipimpin oleh seorang bupati yang dibantu oleh seorang wakil bupati.
Keagamaan di Toraja
Pada masa lalu, mitos yang melegenda secara lisan secara turuntemurun di kalangan masyarakat Toraja sebelum Toraja bagian Utara menjadi sebuah kabupaten tersendiri, konon manusia yang turun ke bumi telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut dengan Aluk. Aluk menjadi sumber kebudayaan dan pandangan hidup leluhur orang Toraja. Aluk mengandung nilai-nilai keagamaan yang mengarah pada tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja kepada Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa) yang disembah sebagai pencipta manusia, bumi dan segala isinya.
Sekarang pada umumnya mayoritas penduduk di Sulawesi Selatan menganut agama Islam, terutama yang mendiami Semenanjung Sulawesi dan di daerah pantai, mereka merupakan masyarakat suku Bugis dan suku Makassar, sedangkan masyarakat atau penduduk di Tanah Tinggi Toraja (Suku Toraja) memeluk agama Kristen, sementara sisanya menganut agama Hindu, Budha dan Kepercayaan lainnya.
Wisata Keren di Toraja Utara dan Tana Toraja
Kabupaten Toraja Utara bersama dengan Kabupaten Tana Toraja merupakan aset wisata terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan. Obyek wisata yang utama adalah rante, wilayah obyek wisata yang terkenal lainnya adalah Bori, Batutumonga, Loko Mata’, Londa, Tilangga, Lombok Parinding.
Tentunya jika kalian pergi ke Toraja, kalian akan merasa Indonesia banget. Budaya masih sangat kental, tempat wisata yang masih sangat asri, kekayaan alam yang luar biasa, dan tentunya penduduknya juga Indonesia banget. So? Jika pergi ke Toraja datangilah kedua kabupaten ini baik Toraja Utara maupun Tana Toraja yang khas dan saling berkaitan.
All You Need to Know About VISA
5 Finest Kebab Spots in Turkey
Come to These Calming Places When You Are Stressed
7 Best Places to Travel in November