Tujuan wisata yang fenomenal dan amat terkenal, baik di seluruh Indonesia maupun penjuru dunia yaitu Toraja. Identitas atau corak budaya dari Toraja begitu kuat, dan mengundang perhatian dunia.
Menggantungkan Mayat?
Di antaranya, Toraja terkenal akan upacara kematian yang begitu unik dan turun temurun, masih eksis hingga hari ini. Orang awam di Indonesia mengadakan pemakaman bagi mereka yang sudah meninggal. Berbeda halnya dengan Toraja yang menggantungkan mayat-mayat pada bebatuan ataupun pohon tergantung situasi dan kondisi dari orang yang meninggal.
Tradisi Passiliran Toraja
Dalam kasus ini, jika yang meninggal dapat dikategorikan sebagai bayi, maka mayatnya akan digantungkan. Tradisi tersebut dinamakan Passiliran. Dan tidak digantungkan pada sembarangan pohon, hanya bisa pada pohon Tarra atau pohon Sukun.
Tambahan, pohon Sukun tersebut harus besar untuk dapat dibuat ruang segi empat dan mayat bayi akan dimasukkan ke dalamnya dengan posisi duduk tanpa busana, dan ditutupi oleh ranting-ranting pohon. Hal tersebut seperti halnya berada pada rahim seorang ibu. Pohon tersebut dianggap sebagai ibunya. Cukup membuat merinding, bukan?
Mayat tidak dikubur melainkan di taruh di bebatuan?
Sebaliknya jika mayat tersebut bukan bayi, maka pemakamannya ditaruh di peti dan di letakkan di bebatuan. Uniknya adalah Toraja masih memandang status seseorang, atau dalam artian kasta seorang darah Toraja akan menentukan penempatan petinya. Semakin tinggi kastanya, maka ia akan di letakkan di bebatuan paling tinggi/atas.
Dibuatkan patung Tau Tau sesuai tingkatan strata sosial?
Lebih menariknya lagi, jika dia merupakan bangsawan atau orang yang dihormati, maka ia akan dibuatkan patung. Patung tersebut Bernama Tau Tau, yakni patung yang berakitan erat dengan serangkaian proses ritual keagamaan bagi mereka yang meninggal dunia. Hal ini dapat dikategorikan sebagai karya seni yakni berupa replika.
Mayat diajak bermain dan bergoyang?
Fakta lainnya yaitu ketika masyarakat Toraja meninggal maka saat dibawa ke tempat pemakamannya (bebatuan) maka peti mayat tersebut selama dalam perjalanan akan digoyang-goyangkan seperti sebuah perayaan dan permainan. Inilah budaya Toraja yang mengisyaratkan bermain untuk terakhir kalinya dengan almarhum. Dengan seragam dress code berwarna hitam.
Sudah banyak juga video beredar terkait hal tersebut, dan terkadang mengundang kontroversial. Tetapi sebagai rakyat Indonesia yang penuh toleransi terhadap keberagaman berbagai hal termasuk adat dan budaya, maka sudah sepantasnya kita menghargai perbedaan tersebut.
Kerbau identitas Toraja!
Di samping itu, Toraja juga terkenal akan kerbau sebagai alat tunggang, bajak sawah, hewan ternak, hewan yang disembelih ketika ada upacara tertentu, misalnya kematian, syukuran, dll. Orang-orang atau leluhur Toraja mempercayai bahwa kerbau dapat menjadi tunggangan suci ketika kelak ajal menjemput, untuk diantarkan ke surga.
Eh eh ada info menarik lainnya nih. Kerbau di Toraja sering diadu ternyata. Siapa kerbau terkuat, tergagah, dan ter- ter- lainnya maka akan mendapatkan hadiah taruhan yang nominalnya lumayan bisa beli satu mobil. Takut banget loh…
Bagaimana peran kerbau dalam kematian?
Lagi-lagi tentang strata sosial. Jika orang yang meninggal mendapati banyak kerbau yang disembelih untuknya, maka sudah pasti dia berstatus sosial tinggi. Dari segi harga, kerbau sangatlah mahal. Bahkan yang termahal di luar dari bobot kerbau, ada dari kalangan kerbau albino atau kerbau yang berwarna putih ke pink-pink an. Tidak tahu pasti kenapa dari segi warna kulit kerbau aja bisa rasis ya.
Upacara kematian orang Toraja
Kemarin penulis berkesempatan menghadiri upacara kematian seorang nenek yang baru diupacarakan setahun setelah meninggalnya sang nenek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di atas. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan banyak faktor.
Pertama, karena biaya upacara pemakaman yang tidak murah. Keluarga dari orang yang meninggal harus membuat satu rumah adat Toraja untuk meletakkan peti mati sang nenek dan mayatnya.
Kedua, keluarga sang nenek juga harus membeli banyak kerbau. Tanduk-tanduk kerbau tersebut akan dipajang di rumah adat milik keluarganya.
Ketiga, keluarga sang nenek berada di perantauan, di luar kota bahkan di luar negeri maka harus menunggu semua anggota keluarga lengkap baru diadakan upacara pemakaman.
Dan faktor yang terakhir yakni yang keempat dikarenakan waktu upacara pemakaman di Toraja menggunakan waktu akhir tahun yakni Desember. Hal ini berkaitan dengan hari natal, di mana banyak dari orang Toraja yang beragama kristen dan merayakan natal.
Tetapi hal ini belum bisa di dalami oleh penulis, karena sempat dijelaskan bahwa di sana ada agama tersendiri atau kepercayaan yang turun temurun berasal dari leluhur Toraja.
Dan mayat sang nenek masih utuh karena memang, di Toraja mayat-mayat akan diberikan formalin dosis tinggi hingga mayatnya awet.
Seberapa berarti tanduk kerbau di Toraja?
Untuk kesekian kalinya penulis menyebutkan ulang status sosial. Ya, status sosial di masyarakat Toraja bukan dilihat dari emas yang digunakan, atau mobil yang dimiliki, dan barang mewah lainnya. Melainkan tanduk kerbau yang dipajang berjejer di depan rumah adatnya.
Kembali lagi pada ukuran kerbau juga, jika tanduknya besar gagah tegap gempita ciaelah kaya lagu ya… Maka akan dipandang mahal dan berwibawa.
Rumah adat Toraja
Karena tadi telah menyinggung sedikit tentang rumah adat Toraja maka penulis akan bahas singkat di sini. Nama dari rumah adat Toraja ini ialah Tongkonan, yakni tumpukan kayu dengan ukiran bewarna merah, kuning, dan hitam dengan atap seperti perahu terbalik.
Setiap keluarga wajib memiliki satu rumah Tongkonan. Mengapa demikian? Karena rumah adat ini digunakan sebagai tempat lumbung padi, menyimpan persediaan beras keluarga.
Candaan Toraja
Terkait biaya kematian orang toraja, dari upacara ritual hingga perayaan yang sangat sangat mahal dan di luar kemampuan. Berikut ini adalah candaan yang biasa digunakan ketika bertemu orang Toraja. Ingat ya teman-teman ini hanya gurauan saja.
- Dikatakan bahwa biaya kematian lebih mahal dari pada biaya selama hidup di muka bumi.
- Ketika ingin mempunyai pacar orang Toraja, maka akan ditanya terlebih dahulu “Apakah kamu punya kakek/nenek?” Hal tersebut guna menghindari sumbangan biaya kematian yang sangat mahal tersebut.
Demikian hal-hal unik terkait budaya dan adat istiadat kematian orang Toraja, dan sedikit lelucon yang biasa diguraukan oleh teman-teman di Sulawesi Selatan.
Penting bagi kita untuk mengenal budaya sesama Indonesia dan menghargai atau menoleransi adat budaya tersebut dan ikut melestarikannya. Karena kita menjunjung tinggi semboyan Bhineka Tunggal Ika: berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan.
Tapi, tahu ga sih teman-teman bahwa Toraja telah berubah sejak 2008 dengan adanya pemekaran. Saat ini menjadi 2 bagian yakni Tana Toraja dan Toraja Utara. Tertarik dengan kedua tempat tersebut? penulis akan membahasnya di artikel selanjutnya.
Baca juga : Koeta Toea: Jelajah Miniatur Eropa di Kota Semarang
One Reply to Mengenal Budaya & Adat Istiadat Kematian di Toraja
All You Need to Know About VISA
5 Finest Kebab Spots in Turkey
Come to These Calming Places When You Are Stressed
7 Best Places to Travel in November